SUARAMERDEKA.ID – Advokat dan Pembela Hak Asasi Manusia di Tanah Papua Yan Christian Warinusi SH memeinta Presiden Jokowi membentuk Komisi Independen Pencari Fakta guna melakukan investigasi dugaan pelanggaran HAM Berat dalam kasus kematian tragis Pendeta Yeremias Zanambani di Kampung Bomba Distrik Hitadipa Kabupaten Intan Jaya Provinsi Papua. Tim yang dimaksud beranggotakan para tokoh gereja dari gereja-gereja di Tanah Papua.
Menurutnya, investigasi ini bisa melibatkan beberapa ahli HAM dari Perguruan Tinggi, anggota Komnas HAM RI di Jakarta dan para aktivis HAM di Tanah Papua. Hal ini sangat penting dan mendesak untuk menghentikan saling tuding menuding tanpa dilandasi bukti dari pernyataan para terduga pelaku di lapangan saat ini. Yaitu TNI dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) yang diduga keras adalah Tentara Pembebasan Nasional (TPN) Organisasi Papua Merdeka (OPM).
“Sesungguhnya ketua Komnas HAM dan pimpinan persekutuan gereja-gereja di Indonedia (PGI) memiliki posisi penting dan strategis dalam merumuskan kertas posisi (position paper) dalam mendesak Presiden Jokowi ke arah pembentukan Tim Independen tersebut. Langkah lebih lanjut adalah meminta Presiden dan DPR RI serta MPR RI mendesak dibukanya akses masuk ke Kampung Hitadipa dan Kampung Bomba Distrik Hitadipa Kabupaten Intan Jaya Provinsi Papua. Sehingga Komisi Independen tersebut dapat segera bekerja bebas dan transparan,” tandas Warinusi melalui pesan WA, Rabu (23/9/2020).
Ia menambahkan, Komisi Independen ini harus memperoleh akses langsung ke Presiden dan membantu dalam menemukan keterangan langsung dari istri korban yaitu Ibu Miriam Zoani, Pdt. Damianus Wandagau, Ibu Yohana Bagubau dan Ibu Maria Maisini. Keempat orang tersebut wajib dilindungi berdasarkan UU RI No.13 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, usul Warinusi.
“Dengan demikian diharapkan kematian Pendeta Yermias Zanambani dapat segera terungkap dengan benar diikuti bukti-bukti yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum. Sehingga mereka personil TNI yang diduga terlibat dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Jika pelakunya ternyata dari Kelompok Sipil Bersenjata, maka mereka dikenakan sanksi sosial dan aparat negara bertanggungjawab mencari hingga menangkap dan membawanya ke depan pengadilan,” tegas Warinusi. (OSB)