oleh

Kenapa Parpol Bungkam Pada Kasus Kudeta Partai Demokrat?

Kenapa Parpol Bungkam Pada Kasus Kudeta Partai Demokrat?

Ditulis oleh: Ahmad Khozinudin, Sastrawan Politik.

Sikap bungkam istana atas kejadian memalukan terkait kudeta Partai Demokrat mudah dipahami. Kesimpulannya hanya satu : kudeta Partai Demokrat adalah bagian dari desain istana. Namun, mengapa Partai Politik lainnya ikut-ikutan bungkam?

Kenapa, PDIP, GERINDRA, Golkar, PKB, PAN, PPP, NASDEM, ikut-ikutan bungkam? Kenapa, partai politik tidak ikut bersuara mengkritik tindakan menjijikkan KSP Moeldoko terhadap Demokrat, padahal mereka juga rawan di ‘Demokrat-kan?’.

Yang harus disadari, tabiat dasar partai politik antara yang satu dengan yang lainnya itu bermusuhan. Secara alam bawah sadar, partai politik akan gembira dan bersuka cita mendengar kabar partai lain melemah atau bahkan dibubarkan. Mengingat, hukum asal hubungan partai itu bersaing dan saling bermusuhan.

Bersaing, untuk berebut kekuasaan. Bermusuhan, untuk saling merebut dukungan suara rakyat. Dua motif utama inilah, yang menjadi asas gerak partai politik : elektabilitas dan kekuasaan.

Melemahnya partai atau bahkan bubarnya satu partai, akan berimplikasi pada berhamburannya suara partai. Pada momentum itu, alih-alih partai lainnya bukan menolong agar partai bisa selamat, tetapi partai lainnya justru mendorong agar partai segera bubar.

Baca Juga :  Kekuatan dan Dukungan Rakyat Untuk Jokowi, Rontok di Seluruh Indonesia

Pada kasus Partai Demokrat, jika huru hara ini mengakibatkan Partai Demokrat bubar, jelas partai berplatform nasionalis seperti PDIP, Golkar, Gerindra dan Nasdem akan mendapatkan durian runtuh dari tragedi ini. Suara pemilih Demokrat, tak mungkin berdalih ke PKB, PAN, PPP atau PKS.

Ambil alih kekuasaan Demokrat oleh KSP Moeldoko jelas hanya akan membubarkan partai, bukan memperkuatnya. Secara legal formal, KSP Moeldoko dengan dukungan istana bisa saja mengambil alih Partai Demokrat. Tetapi, tidak secara otomatis mengambil turut serta suara pemilih Partai Demokrat.

Selain oleh karena karakter bawaan partai adalah ‘saling bermusuhan’, koalisi hanyalah hubungan yang dibentuk demi memperoleh atau untuk berbagi kekuasaan bukan karena kepentingan ideologis partai, kondisi rezim yang zalim juga membuat partai lainnya bungkam. Partai paham, dibalik KSP Moeldoko ada istana. Partai takut bersuara memberi dukungan kepada Demokrat, karena khawatir di Demokrat-kan.

Partai paham, tabiat rezim yang zalim. Hukum bukanlah asas yang menjadi landasan kekuasaan. Tetapi, kekuasaan lah yang berkuasa atas hukum.

Baca Juga :  Defisit Membengkak, PKS Minta Pemerintah Tegas Larang Ekspor Bijih Nikel Mentah

Partai ramai-ramai lebih memilih sikap diam, cari selamat, sambil menunggu gerakan rakyat untuk menumbangkan rezim. Karena sejatinya, partai juga sudah sangat muak pada kelakuan rezim yang bodoh tapi sok ngatur dan mengkooptasi kekuasaan partai.

Padahal, jika partai mau bersuara serentak sudah sejak lama rezim zalim ini tumbang. Tapi, karena kepengecutan partai dan sikap pragmatis partai lah, yang turut memberikan andil keberlangsungan rezim zalim.

Kembali kepada Partai Demokrat, pilihannya hanya satu: berkoalisi dengan rakyat dan melakukan perlawanan kepada rezim zalim. Koalisi dengan partai politik dalam situasi seperti ini tidak bisa diharapkan. Koalisi Partai hanya bisa dijalankan dalam konteks berbagi kue kekuasaan, bukan untuk membagi tugas perjuangan.

Sekali Partai Demokrat salah melangkah, sudah pasti masa depan partai terancam. Figur KSP Moeldoko, Nazaruddin dan gerbong pengusung PD-KLB bukanlah orang dengan karakter Negarawan dan punya visi kebangsaan. Mereka, hanyalah kumpulan petualang politik yang tak risih melakukan kudeta partai dengan cara yang paling menjijikkan.

Loading...