SUARAMERDEKA.ID – Kuasa Hukum PT Akam Yance Salambauw SH MH membantah pemberitaan yang dilakukan oleh Kuasa Hukum PT. Odyssey terkait gugatan Pengadilan Tata Usaha Negara di Jakarta. Gugatan tersebut tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pembangunan Bandar Udara Marinda Waisai Kabupaten Raja Ampat Provinsi Papua Barat, Rabu (11/9/2019).
Yance Salambauw menjelaskan, PT. Odyssey dinyatakan tidak lolos sebagai peserta lelang atas paket lelang Bandar Udara Marinda yang dilakukan oleh Pokja dan Kementerian Perhubungan. Maka tidak diloloskannya PT. Odyssey dalam lelang tersebut tergantung Petrodisi dalam mengikuti tender.
Menurutnya, untuk mengikuti tender ada terdapat dua kelompok yang dimungkinkan oleh penyedia jasa untuk mengajukan diri mengikuti tender yaitu dimungkinkan bagi perusahan mengikuti tender dengan Modal Tunggal atau Badan Usaha Tunggal. Mengikuti proses tender tersebut dengan Kerja Sama Operasi (KSO).
“PT Akam melakukan hal itu karena menyatakan diri sebagai peserta tunggal. Mengapa dikatakan peserta tunggal? Sebab PT. Akam melihat segala Spesifikasi Teknis dari pembangunan paket Bandara Marinda dan merasa yakin untuk mampu mengerjakan secara tunggal,” kata Yance Salambauw.
Lanjutnya, hal ini berdasarkan ketentuan Perpres No. 16 Tahun 2018 dan Permen PUPR No. 07 Tahun 2019 dengan tegas disebutkan bahwa ketika perusahaan dengan penawar terendah tidak memenuhi Syarat Kualifikasi maka proses Evaluasi Syarat Teknis berikutnya, itu dilanjutkan kepada perusahaan penawar terendah berikutnya.
Sebetulnya, menurut Yance, gugatan yang diajukan kepada Obyek yang bersifat pengumuman lelang. Ia sendiri melihat ada dua kelemahan hukum. Yaitu pengumuman lelang belum merupakan suatu Obyek Tata Usaha Negara karena belum bersifat Individual dan Final. Kemudian mengacu pada Undang Undang Tata Usaha Negara No. 51 Tahun 2009 Pasal 1 – 9 disebutkan apa saja yang harus merupakan syarat sebagai Obyek Tata Usaha Negara.
“Maka keputusan tersebut salah satunya harus bersifat Tertulis, Individual dan Final. Kenapa PT Akam yang diumumkan sebagai pemenang tender? Karena dari perusahaan yang mendaftar, tiga yang mengajukan berkas. Yaitu PT Akam, PT. Odyssey dan ada salah satu perusahaan lagi,” tutur Yance.
Ia melanjutkan, ada salah satu perusahaan yang tidak melampirkan asli penawaran sehingga dinyatakan gugur. Kemudian PT. Odyssey juga dinyatakan gugur, sehingga tinggalah PT Akam. Ia menegaskan, atas itulah PT Akam sebagai pemenang lelang.
“Pengumuman lelang itu belum bersifat Final. Mengapa? Pada pengumuman lelang masih terbuka kesempatan untuk siapa atau perusahaan mana yang merasa dirugikan atau merasa dicurangi seperti dirasakan oleh PT. Odyssey, maka dapat melakukan upaya Hukum yang bersifatnya Sangga,” tegasnya.
Yance Salambauw, SH, MH menambahkan khusus untuk pekerjaan Konstruksi, upaya Hukum terdapat dua bagian yaitu dilain Sangga ada juga Sangga Banding.
“Proses langkah Hukum yang dilakukan oleh PT. Odyssey adalah Prematur. PT. Odyssey seharusnya melakukan Sangga Banding kepada atasan Pokja. Dalam hal ini KPA atau tidak ada KPA maka dilakukan kepada PA,” kata Yance.
Kuasa hukum PT Akam ini mengaku telah membaca Resume Report dari Kementerian Perhubungan dan dari Pokja yang menawarkan pekerjaan tersebut. Ia menyebutkan pada tanggal 2 Juli ketua Audisi mengajukan beberapa pertanyaan tentang syarat-syarat yang ditentukan sebagai syarat lelang. Tetapi ia menengaskan bahwa hal itu sama sekali tidak bertentangan tentang syarat ketersediaan atau keberadaan AMP di Lokasi Pekerjaan.
“Mengapa AMP bukan persyaratan lelang, karena sifat pekerjaan ini ternyata tidak membutuhkan AMP pada saat proses. Sebab pekerjaan pengaspalan itu akan dilakukan diakhir dari pada pekerjaan awal. Sehingga untuk menghadirkan AMP oleh pemenang lelang, hal itu bukan sesuatu yang mustahil dilakukan, ketika yang bersangkutan dinyatakan pemenang. Maka cukup waktu untuk menghadirkan atau menyediakan AMP untuk penggunaan pengaspalan. Sehingga keberadaan AMP dipandang tidak perlu untuk disyaratkan sebagai persyaratan lelang,” tutup Yance. (OSB)