Menjawab Mahfud MD Soal Pancasila Tidak Ada Tafsir-nya.
Ditulis oleh Ir Prihandoyo Kuswanto, Ketua Pusat Studi Rumah Pancasila
Pernyataan Menkopolhukam Prof Mahfud MD di ILC tentang tidak adanya tafsir Pancasila sehingga setiap rejim di negeri ini dijatuhkan karena dianggap tidak mengerti Pancasila perlu disikapi.
Pernyataan ini sungguh menjadikan kita semua terperangah apakah betul Pancasila itu tidak ada tafsirnya? Marilah kita buka sejarah apa betul pernyataan Pak Mahfud MD itu?
Di dalam lintasan sejarah Pancasila itu melalui proses perdebatan yang cukup panjang dari Pidato Bung Karno 1 Juni 1945 kemudian terjadi kesepakatan di panitia 9 yang melahirkan Piagam Jakarta kemudian proses itu berlanjut pada pembentukan pembukaan UUD 1945 dan kemudian di Sila ke satu Pancasila Ke Tuhanan Dengan menjalankan Syareat Islam bagi pemeluk-pemeluknya, menurut Kemanusiaan yang adil dan beradab diganti dengan Ke Tuhanan Yang Maha Esa dan Umat Islam bisa menerima. Jadi Final Pancasila itu terletak pada alenea ke IV pembukaan UUD 1945 yang disahkan oleh PPKI tgl 18 Agustus 1945.
Bung Karno dengan disahkan UUD 1945
Soekarno sendiri telah meninggalkan Pancasila yang dia Pidatokan 1 Juni 1945. Sejak itu Bung Karno selalu berpegang pada Pancasila yang ada di alinea ke IV UUD 1945. Buktinya Bung Karno mengatakan dalam pidatonya 17 Agustus 1963 bahwa Proklamasi dan Pembukaan UUD 1945 itu loro-loroning atunggal yang tidak dapat dipisahkan.
Di dalam pidato nya Bung Karno Mengatakan “……. Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self. 17Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaan beserta satu dasar kemerdekaan.
Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamation of independence dan satu declaration of independence.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah loro loroning atunggal.
Bagi kita, maka proclamation of independence berisikan pula declaration of independence.
Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation of independence saja. Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declaration of independence saja.
Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus.
Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka.
Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.
Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasikita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semua tenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah , moril,materiil dan spirituil.
Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-UndangDasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakanke negaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembang kan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita.
Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu.“Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah.
Tidak mempunyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidakmempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi.
Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti.Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”, akan merupakan khayalan belaka,– angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung di angkasa raya.
Tidak, Saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai keakar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia, tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya: kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan,
Pendek kata kepribadian nasional. Kemerdekaan dan kepribadiannasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada masing-masing….
Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin, harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
kemerdekaan untuk bersatu, kemerdekaan untuk berdaulat,
kemerdekaan untuk adil dan makmur,
kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum,
kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa,
kemerdekaan untuk ketertiban dunia, kemerdekaan perdamaian abadi,
kemerdekaan untuk keadilan sosial, kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat, kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia;
kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17Agustus 1945.
Kita harus memahami apa yang terkandung di dalam Preambule UUD 1945, adalah Jiwa, falsafah, dasar, cita-cita, arah, pedoman, untuk mendirikan dan menjalankan Negara Indonesia.
Dari uraian Bung Karno dalam pidatonya maka kemerdekaan ber Pancasila tidak menggunakan rumusan Pancasila 1 Juni, tetapi Rumusan Pancasila yang ada di alinea ke IV Pembukaan UUD1945.
Misalnya “ Kemerdekaan Yang Ber Ke Tuhanan Yang Maha Esa bukan Kemerdekaan Yang Ber Ketuhanan yang berkebudayaan.
Kemerdekaan yang Ber Kemanusiaan Yang adil dan beradab, bukan kemerdekaan yang berkemanusiaan,
Kemerdekaan yang Berdasarkan Persatuan Indonesia, bukan Kesatuan yang tertulis di RUU HIP.
Kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, bukan kemerdekaan yang berkerakyatan,
Kemerdekaan yang bertujuan mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, bukan kemerdekaan mewujudkan keadilan sosial
Para elite dan Pemerintah dan para pengamandemen UUD 1945 yang telah mengkhianati ajaran Panca Sila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara.
Marilah kita resapi apa yang telah diuraikan oleh para pelaku sejarah pembentukan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar bernegara.
Bagi yang paham Tata Negara pasti mengerti istilah “die Stuferordnung der Recht Normen” oleh Hans Nawaisky, yaitu hirarki susunan suatu aturan:
1.Staatsfundamental norm
- Staatsgrundgesetz
- Formell gesetz
- Verordnung & Autonome Satzung
(1) Staatsfundamental norm adalah norma fundamental suatu negara dan Indonesia mempunyai Pancasila .
Yang namanya Fundamental tak boleh diubah…mengubah sama artinya meruntuhkan negara tersebut.
(2)Staatsgrundgesetz adalah Konstitusi suatu negara… dalam hal ini UUD 1945 Asli.
(3) Formal Gesetz adalah Hukum Formil dalam bentuk Undang-Undang.
(4) Verordnurn adalah Aturan Pelaksana dari Undang-Undang.
Dan kita tahu Tupoksi DPR dan Presiden hanya membentuk UU.. tidak bisa membentuk UUD 1945 apalagi mengubah Staats Fundamental Norm yaitu Pancasila.
Dengan demikian maka RUU HIP yang materinya dapat disimpulkan berupaya mereduksi dan mengubah sila Pancasila, secara tak langsung dapat dianggap sebagai bentuk Makar pada Pancasila.
Hans Kelsen berkata “suatu norma tidaklah berlaku bila dibuat bukan oleh lembaga yang berwenang”. Jelas upaya mengubah Pancasila sekalipun dengan kamuflase RUU Haluan Ideologi Pancasila dapat dikatagorikan sebagai upaya mengubah Dasar Negara agar terkesan legal dan mengubah Dasar Negara bisa dipidana.
Pelanggaran hukum yang terjadi adalah mendefinisikan Pancasila tapi membuat norma baru bernama Trisila dan Ekasila, dan Gotong royong
Adapun struktur masyarakat Indonesia yang asli tidak lain ialah ciptaan kebudayaan Indonesia oleh rakyatnya sejak zaman purbakala sampai sekarang.
Kebudayaan Indonesia itu ialah perkembangan aliran pikiran, yang bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin.
Manusia Indonesia dihinggapi oleh persatuan hidup dengan seluruh alam semesta, ciptaan Tuhan Yang Maha-Esa, di mana ia menjadi makhluk-Nya.
Semangat kebathinan, struktur kerokhaniannya bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan antara dunia luar dan dunia bathin, segala-galanya ditujukan kepada keseimbangan lahir dan bathin itu, dia hidup dalam ketenangan dan ketentraman, hidup harmonis dengan sesama manusia dan golongan-golongan lain dari masyarakat, karena sebagai seseorang ia tidak terpisah dari orang lain atau dari dunia luar, dari segala golongan makhluk, segala sesuatu bercampur-baur dan bersangkut paut, berpengaruh-mem-pengaruhi. Masyarakat dan tatanegara Indonesia asli, oleh karenanya kompak, bersatu padu, hormat-menghormati, harga-menghargai, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu kolektivitas, dalam suasana persatuan.
Sifat ketatanegaraan asli itu masih dapat terlihat dalam suasana desa, baik diJawa, maupun di Sumatera dan kepulauan-kepulauan lain.
Rakyat desa hidup dalam persatuan dengan pemimpin-pemimpinnya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong-royong, semangat kekeluargaan.
Kepala desa atau kepala rakyat berwajib menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat dan harus senantiasa memberi bentuk kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
Oleh karena itu, kepala rakyat yang memegang adat senantiasa memperhatikan segala gerak gerik dalam masyarakatnya dan untuk maksud itu senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya, agar supaya pertalian bathin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara.
Para pejabat negara, menurut pandangan tata negara asli, ialah pemimpin yang bersatu-jiwa dengan rakyat dan para pejabat negara berwajib memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya.
Jadi menurut pandangan ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan.
Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran integral, ialah penghidupan bangsa seluruhnya.
Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan se-seorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.
Pandangan ini mengenai susunan masyarakat dan negara berdasar ide persatuan hidup dan pernah diajarkan oleh Spinoza, Adam Müler, Hegel dan lain-lain di dunia barat dalam abad 18 dan 19 yang dikenal sebagai teori integralistik.
Berdasarkan kepada ide-ide yang dikemukakan oleh berbagai anggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlah Pembukaan UUD 1945, di mana tertera lima azas Kehidupan Bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila.
Panca Sila itu yang Final adalah Panca Sila yang duraikan di alinea ke IV pembukaan UUD 1945.
Mengapa? Sebab di alinea ke IV itulah Panca Sila sebagai disain negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Sebab Proklamasi dan pembukaan UUD 1945 adalah loro-loroning atunggal yang tidak bisa dipisahkan.
Desain Negara berdasarkan Panca Sila itu adalah : “……Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia….”
Bagaimana desain negara berdasarkan Panca Sila itu di jalankan? Oleh pendiri negeri ini kemudian diuraikan pada batang tubuh UUD1945 yang berupa pasal-pasal. Di pasal-pasal UUD1945 itulah sistem negara berdasarkan Panca Sila.
( Hatta dan Kolompok V)
Pembukaan UUD 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enambelas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri dari 4 (empat) pasal dan Aturan Tambahan, berhubung dengan masih berkecamuknya Perang Pasifik atau pada waktu itu disebut Perang Asia Timur Raya.
Karena telah tercapai mufakat bahwa UUD 1945 didasarkan atas sistim kekeluargaan maka segala pasal-pasal itu diselaraskan dengan sistim itu.
Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga keluar, sehingga politik luar Negeri Indonesia harus ditujukan kepada melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilansosial bagi segala bangsa.
Jadi jelas amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan oleh Elite politik dan dijalankan sampai sekarang merupakan pengkhianatan terhadap Pancasila, terhadap negara Proklamasi dan terhadap para pendiri bangsa tidak ada artinya Bung Karno, Bung Hatta sebagai Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia manakala UUD 1945 sudah diganti dengan UUD 2002 yang tidak ada kaitannya dengan Proklamasi dan Pancasila.
Jadi Tafsir Pancasila itu sudah diuraikan oleh pendiri bangsa didalam UUD 1945 yang terdiri dari 16 bab, 37 pasal, ditambah dengan 4 aturan tambahan.
Dengan demikian kalau pak Mahfud MD mengatakan Pancasila belum ada Tafsirnya saya rasa perlu membuka lagi sejarah dan perdebatan di BPUPKI dan PPKI.
Kalau sekarang memang betul Pancasila tidak ada lagi tafsirnya sejak UUD 1945 diamandemen dan Penjelasan UUD 1945 dihilangkan, sehingga tafsir Pancasila sudah hilang sejak sistem negara diubah menjadi presidensial dengan basis Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme.
Kemudian kita menjiplak demokrasi liberal yang kita jalankan, padahal para pendiri negeri ini sudah bersepakat dan tidak akan mendirikan negara dengan dasar Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme. Amandemen UUD 1945 menjadi UUD 2002 berbeda dengan UUD 1945 artinya UUD 2002 adalah UUD yang tidak berdasarkan Pancasila, UUD yang tidak ada hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945 bahkan tidak ada hubungannya dengan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sistem presidensial basisnya Individualisme. Maka kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kuat-kuatan, pertarungan, kalah menang. Yang menang mayoritas dan yang kalah minoritas. Demokrasi dengan cara-cara Liberal,Kapitalis, membutuhkan biaya yang besar menguras dana rakyat Triliunan rupian untuk memilih pemimpin pilkada, pilleg, pilpres dengan sistem pemilu yang serba uang bisa kita tebak maka menghasilkan para koruptor hampir 80% kepala daerah terlibat korupsi, dan yang lebih miris korupsi seperti hal yang lumrah di negeri ini begitu juga dengan petugas KPU nya juga bagian dari sistem korup, kecurangan bagian dari strategi pemilu. Demokrasi bisa dibeli geser-mengeser caleg memindahkan suara adalah bagian dari permainan KPU. ini bukan isapan jempol; bukannya sudah dua anggota Komisioner KPU yang dipecat karena terlibat permaian uang.
Dalam sistem Presidensial Presiden yang menang melantik dirinya sendiri dan menjalankan janji-janji kampanyenya. Kalau tidak ditepati janjinya ya harap maklum. Artinya di akhir masa jabatan presiden tidak mempertangungjawabkan kekuasaannya.
Kita perlu membedah perbedaan negara bersistem MPR berideologi Pancasila dan Negara dengan sistem Presidensial berideologi Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme agar kita semua paham dan mengerti telah terjadi penyimpangan terhadap Ideologi Pancasila.
Melalui amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali yang dilakukan antara 1999 sampai 2002, MPR telah mengubah sistem pemerintahan Indonesia menjadi sistem presidensial.
Apakah sistem pemerintahan tersebut yang disusun oleh BPUPKI yang kemudian disahkan oleh PPKI dalam UUD 1945 adalah bersistem Presidensial? Bahkan jika kita berjuang untuk kembali pada Konstitusi Proklamasi 1945 dianggap mundur? Bukan. UUD 1945 dari sistem MPR menjadi sistem Presidensial merupakan tindakan anarkis? bukannya menghilangkan Penjelasan UUD 1945 merupakan tindakan memutus tali sejarah bangsanya?
Seperti yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Mueller, Hegel dan Gramschi yang dikenal sebagai teori integralistik, Menurut pandangan teori ini, negara, didirikan bukan untuk menjamin kepentingan individu atau golongan, akan tetapi menjamin masyarakat seluruhnya sebagai satu kesatuan. Negara adalah suatu masyarakat integral yang segala golongan, bagian dan anggotanya, satu dengan lainnya merupakan kesatuan masyarakat yang organis Yang terpenting dalam kehidupan benegara menurut teori integral adalah kehidupan dan kesejahteraan bangsa seluruhnya.
Sistem MPR basisnya elemen rakyat yang duduk sebagai anggota MPR yang disebut Golongan Politik diwakili DPR sedang golongan Fungsional diwakili utusan Golongan-golongan dan utusan daerah. Tugasnya merumuskan politik rakyat yang disebut GBHN.
Setelah GBHN terbentuk maka dipilihlah Presiden untuk menjalankan GBHN.
Oleh sebab itu, presiden adalah mandataris MPR. Oleh sebab itu Presiden di masa akhir jabatannya mempertangungjawabkan GBHN yang sudah dijalankan. Presiden tidak boleh menjalankan politiknya sendiri atau politik golongannya, apa lagi Presiden sebagai petugas partai, seperti di negara komunis.
Demokrasi berdasarkan Pancasila adalah Kerakyatan yang dipinpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan /perwakilan. Pemilihan Presiden dilakukan dengan permusyawaratan perwakilan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan, artinya tidak semua orang bisa bermusyawarah yang dipimpin oleh bil Hikmah, hanya para pemimpin yang punya ilmu yang bisa bermusyawarah, sebab musyawaran bukan kalah menang, bukan pertaruhan, tetapi memilih yang terbaik dari yang baik.
Pemilihan didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan, nilai persatuan Indonesia, Permusyawaratan perwakilan yang bertujuan untuk Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan semua hasil itu semata-mata untuk mencari ridho Allah atas dasar Ke Tuhanan Yang Maha Esa.
Dengan sistem MPR maka pelaksanaan demokrasi asli Indonesia berdasarkan Pancasila tidak menguras Triliunan rupiah, tidak ada pengerahan massa, tidak ada kampanye, tidak ada pengumpulan massa yang tidak perlu, sebab yang dipertarungkan adalah pemikiran gagasan, tidak membutuhkan korban yang sampai hampir 700 petugas KPPS meninggal tidak jelas juntrungannya.
Sejak amandemen UUD 1945 sesungguhnya Negara ini sudah dikudeta oleh mereka yang mengatakan dirinya reformis; jelas bertolak belakang. Negara Pancasila mempunyai sistem sendri yang disebut sistem MPR, kita menciptakan sendiri sistem yaitu sistem MPR, jadi negara berdasarkan Pancasila itu sistemnya MPR, di mana seluruh elemen bangsa terwakili di lembaga tersebut, sebab negara ini semua buat semua, bukan buat sebagian orang yang merasa menang di dalam pemilu, bukan hanya golongan politik saja. Maka dari itu anggota MPR adalah di samping DPR dari golongan politik juga utusan golongan, utusan daerah sehingga di MPR lah kedaulatan tertinggi itu terwujud, kemudian tugas MPR adalah menyusun GBHN dan memilih presiden untuk menjalankan GBHN; maka Presiden adalah Mandataris MPR.
Kita telah terjerumus dengan penipuan dan kebohongan bahwah UUD 2002 masih dikatakan UUD 1945 padahal tidak ada hubungannya; sama sekali berbeda dan tidak ada hubungannya dengan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sejak UUD 1945 diamandemen bukan saja menghabisi Ideologi Pancasila yang terdapat di dalam UUD 1945 yang berakibat hilangnya pedoman-pedoman pokok yang ada di Pembukaan UUD 1945. Sebagaimana diketahui, mengenai negara dan hukum terdapat soal-soal pokok yang telah berabad-abad selalu menjadi pikiran dan selama-lamanya tetap aktuil, sepertinya soal hakikat, sifat, tujuan dan lapangan tugas bekerjanya negara dalam teori dan dalam praktik.
Untuk memperdalam kajian ideologi Pancasila tentu kita harus mengerti apa itu Hakikat, sifat, tujuan, dan tugas negara di dalam ketatanegaraan. Dengan mengerti hal tersebut maka kita menjadi paham apa itu ideologi Pancasila.
Penjelasan Pak Mahfud MD kiranya perlu dikritisi sebab tanpa sadar penjelasan itu bagi yang tidak memahami Pancasila akan menjadi pembenaran padahal Pancasila itu sudah diberikan oleh pendiri negara ini dengan tafsirnya berupa UUD 1945.
Soal Rezim yang dituduh tidak mengerti Pancasila dan kemudian dijatuhkan ya karena rezim itu tidak menjalankan UUD 1945 dengan Murni dan Konsekwen , termasuk Bung Karno, mana ada di UUD 1945 bicara NASAKOM, jelas bertentangan dengan Pancasila sebab dalam pembahasan Pancasila yang melahirkan Piagam Jakarta tidak ada dibicarakan Nasakom. Jadi sangat dangkal penjelasan Pak Mahfud Bung Karno penggagas Pancasila. Betul Pancasila itu hasil kompromi didalam sidang BPUPKI dan PPKI tidak ada dikompromikan soal Nasakom. Oleh sebab itu bung Karno Jatuh.
Walau bung Karno yang punya ide Pancasila tetapi Bung Karno telah melanggar kesepakatan para pendiri bangsa ini dengan membuat Nasakom padahal Komunis tidak ikut di dalam BPUPKI maupun PPKI dan PKI telah melakukan Pengkhianatan tahun 1948 dengan pemberontakan di Madiun. Oleh sebab itu mari kita sadar dan insyaf bahwa kita telah jauh melenceng dari kesepakatan dan Konsesnsus para pendiri negara ini. Maka dari itu kembalikan Pancasila dan UUD 1945 asli sebagai dasar berbangsa dan bernegara jika bangsa ini ingin selamat sebab sejak UUD 1945 disahkan PPKI tidak pernah dijalankan dengan benar. Pidato Bung Karno Mengatakan “…. Karena itu maka Proklamasi dan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu “pengejawantahan” kita punya isi jiwa yang sedalam-dalamnya, satu Darstellung kita punya deepest inner self. 17Agustus 1945 mencetuskan keluar satu proklamasi kemerdekaanbeserta satu dasar kemerdekaan. Proklamasi 17 Agustus 1945 adalah sebenarnya satu proclamation of independence dan satu declaration of independence.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah satu.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tak dapat dipisahkan satu dari yang lain.
Bagi kita, maka naskah Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah loro-loroning atunggal.
Bagi kita, maka proclamation of independence berisikan pula declaration of independence. Lain bangsa, hanya mempunyai proclamation of independence saja. Lain bangsa lagi, hanya mempunyai declaration of independence saja. Kita mempunyai proclamation of independence dan declaration of independence sekaligus.
Proklamasi kita memberikan tahu kepada kita sendiri dan kepada seluruh dunia, bahwa rakyat Indonesia telah menjadi satu bangsa yang merdeka. Declaration of independence kita, yaitu terlukis dalam Undang-Undang Dasar 1945 serta Pembukaannya, mengikat bangsa Indonesia kepada beberapa prinsip sendiri, dan memberi tahu kepada seluruh dunia apa prinsip-prinsip kita itu.
Proklamasi kita adalah sumber kekuatan dan sumber tekad perjuangan kita, oleh karena seperti tadi saya katakan, Proklamasi kita itu adalah ledakan pada saat memuncaknya kracht total semua tenaga-tenaga nasional, badaniah dan batiniah, moril, materiil dan spirituil.
Declaration of independence kita, yaitu Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, memberikan pedoman-pedoman tertentu untuk mengisi kemerdekaan nasional kita, untuk melaksanakan kenegaraan kita, untuk mengetahui tujuan dalam memperkembangkan kebangsaan kita, untuk setia kepada suara batin yang hidup dalam kalbu rakyat kita.
Maka dari itulah saya tadi tandaskan, bahwa Proklamasi kita tak dapat dipisahkan dari declaration of independence kita yang berupa Undang-Undang Dasar 1945 dengan Pembukaannya itu. “Proklamasi” tanpa “declaration” berarti bahwa kemerdekaan kita tidak mempunyai falsafah. Tidak mempunyai dasar penghidupan nasional, tidak mempunyai pedoman, tidak mempunyai arah, tidak mempunyai “raison d’etre”, tidak mempunyai tujuan selain daripada mengusir kekuasaan asing dari bumi Ibu Pertiwi.
Sebaliknya, “declaration” tanpa “proklamasi”, tidak mempunyai arti. Sebab, tanpa kemerdekaan, maka segala falsafah, segala dasar dan tujuan, segala prinsip, segala “isme”, akan merupakan khayalan belaka,– angan-angan kosong-melompong yang terapung-apung di angkasa raya.
Tidak, Saudara-saudara! Proklamasi Kemerdekaan kita bukan hanya mempunyai segi negatif atau destruktif saja, dalam arti membinasakan segala kekuatan dan kekuasaan asing yang bertentangan dengan kedaulatan bangsa kita, menjebol sampai ke akar-akarnya segala penjajahan di bumi kita, menyapu-bersih segala kolonialisme dan imperialisme dari tanah air Indonesia, tidak, proklamasi kita itu, selain melahirkan kemerdekaan, juga melahirkan dan menghidupkan kembali kepribadian bangsa Indonesia dalam arti seluas-luasnya:
kepribadian politik, kepribadian ekonomi, kepribadian sosial, kepribadian kebudayaan, Pendek kata kepribadian nasional. Kemerdekaan dan kepribadian nasional adalah laksana dua anak kembar yang melengket satu sama lain, yang tak dapat dipisahkan tanpa membawa bencana kepada masing-masing….
Sekali lagi, semua kita, terutama sekali semua pemimpin-pemimpin, harus menyadari sangkut-paut antara Proklamasi dan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945:
kemerdekaan untuk bersatu kemerdekaan untuk berdaulat.
kemerdekaan untuk adil dan makmur,
kemerdekaan untuk memajukan kesejahteraan umum,
kemerdekaan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
kemerdekaan untuk ketertiban dunia, kemerdekaan perdamaian abadi
kemerdekaan untuk keadilan sosial, kemerdekaan yang berkedaulatan rakyat, kemerdekaan yang ber-Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemerdekaan yang berkemanusiaan yang adil dan beradab,
kemerdekaan yang berdasarkan persatuan Indonesia;
kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan,
kemerdekaan yang mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia,
Semua ini tercantum dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar1945, anak kandung atau saudara kembar daripada Proklamasi 17Agustus 1945.
Kita harus memahami apa yang terkandung di dalam Preambule UUD 1945, adalah Jiwa, falsafah, dasar, cita-cita, arah, pedoman,untuk mendirikan dan Menjalankan Negara Indonesia.
Dari uraian Bung Karno dalam pidato nya maka kemerdekaan ber Pancasila tidak mengunakan rumusan Pancasila 1 Juni tetapi Rumusan Pancasila yang ada di alinea ke IV Pembukaan UUD1945.
Misalnya “ Kemerdekaan Yang Ber Ke Tuhanan Yang MahaEsa bukan Kemerdekaan Yang Ber Ketuhanan yang berkebudayaan.
Kemerdekaan yangBer Kemanusiaan Yang adil dan beradab bukan kemerdekaan yangberkemanusiaan,
Kemerdekaan yang Berdasarkan Persatuan Indonesia bukan Kesatuan yang tertulis di RUU HIP.
Kemerdekaan yang berdasar kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, bukan kemerdekaan yang berkerakyatan
Kemerdekaan yang bertujuan mewujudkan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia bukan kemerdekaan mewujudkan keadilan sosial
Para elite dan Pemerintah dan para pengamandemen UUD 1945 telah mengkhianati ajaran Panca Sila sebagai prinsip berbangsa dan bernegara.
Marilah kita resapi apa yang telah diuraikan oleh para pelaku sejarah pembentukan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar bernegara.
Jadi pergantian rumusan Pancasila yang ada di RUU HIP bisa dikatakan tindakan makar sebab dengan sengaja Pancasila diubah diperas-peras menjadi Trisila, Eka Sila dan Gotong Royong. Ini sudah masuk delik makar.
Bagi yang paham Tata Negara pasti mengerti istilah “die Stuferordnung der Recht Normen” oleh Hans Nawaisky, yaitu hirarki susunan suatu aturan:
1.Staatsfundamental norm
- Staatsgrundgesetz
- Formell gesetz
- Verordnung & Autonome Satzung
(1) Staatsfundamental norm adalah norma fundamental suatu negara dan Indonesia mempunyai Pancasila.
Yang namanya Fundamental tak boleh diubah…mengubah sama artinya meruntuhkan negara tersebut.
(2) Staatsgrundgesetz adalah Konstitusi suatu negara…dalam hal ini UUD 1945 Asli.
(3) Formal Gesetz adalah Hukum Formil dalam bentuk Undang-Undang.
(4) Verordnurn adalah Aturan Pelaksana dari Undang-Undang.
Dan kita tahu Tupoksi DPR dan Presiden hanya membentuk UU…tidak bisa membentuk UUD 1945 apalagi mengubah StaatsFundamental Norm yaitu Pancasila.
Dengan demikian maka RUU HIP yang materinya dapat disimpulkan berupaya mereduksi dan mengubah sila Pancasila, secara tak langsung dapat dianggap sebagai bentuk Makar pada Pancasila.
Hans Kelsen berkata, “suatu norma tidaklah berlaku bila dibuat bukan oleh lembaga yang berwenang”. Jelas upaya mengubah Pancasila sekalipun dengan kamuflase RUU Haluan Ideologi Pancasila dapat dikatagorikan sebagai upaya mengubah Dasar Negara agar terkesan legal dan mengubah Dasar Negara bisa dipidana.
Pelanggaran hukum yang terjadi adalah mendefinisikan Pancasila tapi membuat norma baru bernama Trisila dan Ekasila, dan Gotong royong.
Adapun struktur masyarakat Indonesia yang asli tidak lain ialah ciptaan kebudayaan Indonesia oleh rakyatnya sejak zaman purbakala sampai sekarang.
Kebudayaan Indonesia itu ialah perkembangan aliran pikiran, yang bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin.
Manusia Indonesia dihinggapi oleh persatuan hidup dengan seluruh alam semesta, ciptaan Tuhan Yang Maha-Esa, di mana ia menjadi makhluk-Nya.
Semangat kebathinan, struktur kerokhaniannya bersifat dan bercita-cita persatuan hidup, persatuan antara dunia luar dan dunia bathin, segala-galanya ditujukan kepada keseimbangan lahir dan bathin itu, dia hidup dalam ketenangan dan ketentraman, hidup harmonis dengan sesama manusia dan golongan-golongan lain dari masyarakat, karena sebagai seseorang ia tidak terpisah dari orang lain atau dari dunia luar, dari segala golongan makhluk, segala sesuatu bercampur-baur dan bersangkut paut, berpengaruh-mem-pengaruhi. Masyarakat dan tatanegara Indonesia asli, oleh karenanya kompak, bersatu padu, hormat-menghormati, harga-menghargai, dalam kehidupan sehari-hari sebagai suatu kolektivitas, dalam suasana persatuan.
Sifat ketatanegaraan asli itu masih dapat terlihat dalam suasana desa, baik di Jawa, maupun di Sumatera dan kepulauan-kepulauan lain. Rakyat desa hidup dalam persatuan dengan pemimpin-pemimpinnya, antara golongan-golongan rakyat satu sama lain, segala golongan diliputi oleh semangat gotong-royong, semangat kekeluargaan.
Kepala desa atau kepala rakyat berwajib menyelenggarakan keinsyafan keadilan rakyat dan harus senantiasa memberi bentuk kepada rasa keadilan dan cita-cita rakyat.
Oleh karena itu, kepala rakyat yang memegang adat, senantiasa memperhatikan segala gerak-gerik dalam masyarakatnya dan untuk maksud itu senantiasa bermusyawarah dengan rakyatnya atau dengan kepala-kepala keluarga dalam desanya, agar supaya pertalian bathin antara pemimpin dan rakyat seluruhnya senantiasa terpelihara.
Para pejabat negara, menurut pandangan tatanegara asli, ialah pemimpin yang bersatu-jiwa dengan rakyat dan para pejabat negara berwajib memegang teguh persatuan dan keseimbangan dalam masyarakatnya.
Jadi menurut pandangan ini negara ialah tidak untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan, akan tetapi menjamin kepentingan masyarakat seluruhnya sebagai persatuan. Negara ialah suatu susunan masyarakat yang integral, segala golongan, segala bagian, segala anggotanya berhubungan erat satu sama lain dan merupakan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam negara yang berdasar aliran pikiran integral, ialah penghidupan bangsa seluruhnya. Negara tidak memihak kepada suatu golongan yang paling kuat, atau yang paling besar, tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat, akan tetapi negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai persatuan yang tak dapat dipisah-pisahkan.
Pandangan ini mengenai susunan masyarakat dan negara berdasar ide persatuan hidup dan pernah diajarkan oleh Spinoza, Adam Müler, Hegeldan lain-lain di dunia barat dalam abad 18 dan 19 yang dikenal sebagai teori integralistik.
Berdasarkan kepada ide-ide yang dikemukakan oleh berbagai anggota dalam kedua sidang paripurna Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia itu tersusunlah Pembukaan UUD 1945, di mana tertera lima azas Kehidupan Bangsa Indonesia yang terkenal sebagai Pancasila.
Panca Sila itu yang Final adalah Panca Sila yang duraikan di alinea ke IV pembukaan UUD 1945.
Mengapa? Sebab di alenea ke IV itulah Panca Sila sebagai disain negara yang diproklamasikan 17 Agustus 1945. Sebab Proklamasi dan pembukaan UUD 1945 adalah loro-loroning atunggal yang tidak bisa dipisahkan.
Desain Negara berdasarkan Panca Sila itu adalah : “…Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia…”
Bagaimana desain negara berdasarkan Panca Sila itu dijalankan? Oleh pendiri negeri ini kemudian diuraikan pada batang tubuh UUD1945 yang berupa pasal-pasal. Di pasal-pasal UUD1945 itulah sistem negara berdasarkan Panca Sila, (Hatta dan Kolompok V)
Pembukaan UUD 1945 itu adalah pokok pangkal dari perumusan pasal-pasal berturut-turut dalam 16 (enambelas) Bab, 37 pasal saja ditambah dengan Aturan Peralihan, terdiri atas 4 (empat) pasal dan Aturan Tambahan, berhubung dengan masih berkecamuknya Perang Pasifik atau pada waktu itu disebut Perang Asia Timur Raya. Karena telah tercapai mufakat bahwa UUD 1945 didasarkan atas sistim kekeluargaan maka segala pasal-pasal itu diselaraskan dengan sistim itu.
Negara Indonesia bersifat kekeluargaan, tidak saja hidup kekeluargaan ke dalam, akan tetapi juga keluar, sehingga politik luar Negeri Indonesia harus ditujukan kepada melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan segala bangsa, perdamaian abadi dan keadilansosial bagi segala bangsa.
Jadi jelas amandemen UUD 1945 yang telah dilakukan oleh Elite politik dan dijalankan sampai sekarang merupakan pengkhianatan terhadap Pancasila, terhadap negara Proklamasi dan terhadap para pendiri bangsa tidak ada artinya Bung Karno, Bung Hatta sebagai Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia manakalah UUD 1945 sudah diganti dengan UUD 2002 yang tidak ada kaitan nya dengan Proklamasi dan Pancasila.
Jadi Tafsir Pancasila itu sudah diuraikan oleh pendiri bangsa di dalam UUD 1945 yang terdiri atas 16 bab, 37 pasal, ditambah dengan 4 aturan tambahan. Jadi kalau Pak Mahfud MD mengatakan Pancasila belum ada Tafsirnya saya rasa perlu membuka lagi sejarah dan perdebatan di BPUPKI dan PPKI.
Kalau sekarang memang betul Pancasila tidak ada lagi tafsirnya sejak UUD 1945 diamandemen dan Penjelasan UUD 1945 dihilangkan sehingga tafsir Pancasila sudah hilang sejak sistem negara diubah menjadi presidensiel dengan basis Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme.
Kemudian kita menjiplak demokrasi liberal yang kita jalankan padahal para pendiri negeri ini sudah bersepakat dan tidak akan mendirikan negara dengan dasar Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme, Amandemen UUD 1945 menjadi UUD 2002 berbeda dengan UUD 1945 artinya UUD 2002 adalah UUD yang tidak berdasarkan Pancasila, UUD yang tidak ada hubungannya dengan Pembukaan UUD 1945 bahkan tidak ada hubungannya dengan Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sistem presidensiel basisnya Individualisme. Maka kekuasaan diperebutkan banyak-banyakan suara, kuat-kuatan, pertarungan kalah menang. Yang menang mayoritas dan yang kalah minoritas. Demokrasi dengan cara-cara Liberal, Kapitalis membutuhkan biaya yang besar menguras dana rakyat Triliunan rupian untuk memilih pemimpin pilkada, pilleg, pilpres dengan sistem pemilu yang serba uang bisa kita tebak maka menghasilkan para koruptor hampir 80% kepala daerah terlibat korupsi, dan yang lebih miris korupsi seperti hal yang lumrah di negeri ini begitu juga dengan petugas KPU nya juga bagian dari sistem korup, kecurangan bagian dari strategi pemilu. Demokrasi bisa dibeli geser-menggeser caleg memindakan suara adalah bagian dari permainan KPU. ini bukan isapan jempol bukannya sudah dua anggota Komisioner KPU yang dipecat karena terlibat permaian uang.
Dalam sistem Presidensiel Presiden yang menang melantik dirinya sendiri dan menjalankan janji-janji kampanyenya. Kalau tidak ditepati janjinya ya harap maklum. Artinya di akhir masa jabatan presiden tidak mempertanggungjawabkan kekuasaannya.
Kita perlu membedah perbedaan negara bersistem MPR berideologi Pancasila dan Negara dengan sistem Presidensiel berideologi Individualisme, Liberalisme, Kapitalisme agar kita semua paham dan mengerti telah terjadi penyimpangan terhadap Ideologi Pancasila.
Melalui amandemen UUD 1945 sebanyak 4 kali yang dilakukan antara 1999 sampai 2002, MPR telah merubah sistem pemerintahan Indonesia menjadi sistem presidensial. Apakah sistem pemerintahan tersebut yang disusun oleh BPUPKI yang kemudian disahkan oleb. PPKI dalam UUD 1945 adalah bersistem Presidensial? Bahkan jika kita berjuang untuk kembali pada Konstitusi Proklamasi 1945 dianggap mundur? Bukannya mengamandemen UUD 1945 dari sistem MPR menjadi sistem Presidensial merupakan tindakan anarkis? bukannya menghilangkan Penjelasan UUD 1945 merupakan tindakan memutus tali sejarah bangsanya?
Seperti yang diajarkan oleh Spihnoza, Adam Mueller, Hegel dan Gramschi yang dikenal sebagai teori integralistik, Menurut pandangan teori ini, negara didirikan bukan untuk menjamin kepentingan individu atau golongan, akan tetapi menjamin masyarakat seluruhnya sebagai satu kesatuan. Negara adalah suatu masyarakat integral yang segala golongan, bagian dan anggotanya, satu dengan lainnya merupakan kesatuan masyarakat yang organis. Yang terpenting dalam kehidupan bernegara menurut teori integral adalah kehidupan dan kesejahteraan bangsa seluruhnya.
Sistem MPR basisnya elemen rakyat yang duduk sebagai anggota MPR yang disebut Golongan Politik diwakili DPR sedang golongan Fungsional diwakili utusan Golongan-golongan dan utusan daerah. Tugasnya merumuskan politik rakyat yang disebut GBHN. Setelah GBHN terbentuk dipilihlah Presiden untuk menjalankan GBHN. Oleh sebab itu, Presiden adalah mandataris MPR. Oleh sebab itu Presiden di masa akhir jabatannya mempertanggungjawabkan GBHN yang sudah dijalankan. Presiden tidak boleh menjalankan politiknya sendiri atau politik golongannya apa lagi Presiden sebagai petugas partai, seperti di negara komunis.
Demokrasi berdasarkan Pancasila adalah Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/perwakilan. Pemilihan Presiden dilakukan dengan permusyawaratan perwakilan yang dipimpin oleh Hikmah Kebijaksanaan artinya tidak semua orang bisa bermusyawarah yang dipimpin oleh bil Hikmah, hanya para pemimpin yang punya ilmu yang bisa bermusyawarah sebab musyawaran bukan kalah menang bukan pertaruhan tetapi memilih yang terbaik dari yang baik. Pemilihan didasarkan atas nilai-nilai kemanusiaan, nilai persatuan Indonesia, Permusyawaratan perwakilan yang bertujuan untuk Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dan semua hasil itu semata-mata untuk mencari ridho Allah atas dasar Ketuhanan Yang Maha Esa.
Dengan sistem MPR maka pelaksanaan demokrasi asli Indonesia berdasrkan Pancasila tidak menguras Triliunan rupiah, tidak ada pengerahan massa, tidak ada kampanye, tidak ada pengumpulan masa yang tidak perlu sebab yang dipertarungkan adalah pemikiran gagasan, tidak membutuhkan korban yang sampai hampir 700 petugas KPPS meninggal tidak jelas juntrungannya.
Sejak amandemen UUD 1945 sesungguhnya Negara ini sudah dikudeta oleh mereka yang mengatakan dirinya reformis jelas bertolak belakang negara Pancasila mempunyai sistem sendri yang disebut sistem MPR, kita menciptakan sendiri sistem yaitu sistem sendiri atau sistem MPR, jadi negara berdasarkan Pancasila itu sistemnya MPR, di mana seluruh elemen bangsa terwakili di lembaga tersebut, sebab negara ini semua buat semua, bukan buat sebagian orang yang merasa menang di dalam pemilu, bukan hanya golongan politik saja. Maka dari itu anggota MPR adalah di samping DPR dari golongan politik juga utusan golongan, utusan daerah sehingga di MPR lah kedaulatan tertinggi itu terwujud, kemudian tugas MPR adalah menyusun GBHN dan memilih presiden untuk menjalankan GBHN maka Presiden adalah Mandataris MPR.
Kita telah terjerumus dengan penipuan dan kebohongan bahwah UUD 2002 masih dikatakan UUD 1945 padahal tidak ada hubungannya sama sekali berbeda, dan tidak ada hubungannya dengan Negara Proklamasi 17 Agustus 1945.
Sejak UUD 1945 diamandemen bukan saja menghabisi Ideologi Pancasila yang terdapat di dalam UUD 1945 yang berakibat hilangnya pedoman-pedoman pokok yang ada di Pembukaan UUD 1945. Sebagaimana diketahui, mengenai negara dan hukum terdapat soal-soal pokok yang telah berabad-abad selalu mendjadi pikiran dan selama-lamanya tetap aktuil, sepertinya soal hakikat, sifat, tujuan, dan lapangan tugas bekerjanya negara dalam teori dan dalam praktik.
Untuk memperdalam kajian ideologi Pancasila tentu kita harus mengerti apa itu Hakikat, sifat, tujuan, dan tugas negara di dalam ketatanegaraan dengan mengerti hal tersebut maka kita menjadi paham apa itu ideologi Pancasila.
Penjelasan Pak Mahfud MD kiranya perlu dikritisi sebab tanpa sadar penjelasan itu bagi yang tidak memahami Pancasila akan menjadi pembenaran padahal Pancasila itu sudah diberikan oleh pendiri negara ini dengan tafsirnya berupa UUD 1945.
Soal Rezim yang dituduh tidak mengerti Pancasila dan kemudian dijatuhkan ya karena rezim itu tidak menjalankan UUD 1945 dengan Murni dan Konsekwen, termasuk Bung Karno. Mana ada di UUD 1945 bicara NASAKOM, jelas bertentangan dengan Pancasila sebab dalam pembahasan Pancasila yang melahirkan Piagam Jakarta tidak ada di bicarakan Nasakom. Jadi sangat dangkal penjelasan Pak Mahfud Bung Karno penggagas Pancasila. Betul, Pancasila itu hasil kompromi di dalam sidang BPUPKI dan PPKI tidak ada dikompromikan soal Nasakom. Oleh sebab itu Bung Karno Jatuh.
Walau Bung Karno yang punya ide Pancasila, tetapi Bung Karno telah melanggar kesepakatan para pendiri bangsa ini dengan membuat Nasakom, padahal Komunis tidak ikut di dalam BPUPKI maupun PPKI dan PKI telah melakukan Pengkhianatan tahun 1948 dengan pemberontakan di Madiun. Oleh sebab itu mari kita sadar dan insyaf bahwa kita telah jauh melenceng dari kesepakatan dan Konsesnsus para pendiri negara ini maka dari itu kembalikan Pancasila dan UUD 1945 asli sebagai dasar berbangsa dan bernegara jika bangsa ini ingin selamat, sebab sejak UUD 1945 disahkan PPKI ia tidak pernah dijalankan dengan benar.