SUARAMERDEKA.ID – Walikota Sorong Lambertus Jitmau menyatakan dugaan korupsi dana APBD 2018 Kota Sorong provinsi Papua Barat berdasarkan laporan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Perwakilan Provinsi Papua Barat tahun 2019 adalah barang lama yang dianggapnya tidak perlu untuk dibahas.
Demikian dikatakan Walikota Sorong saat dihubungi lewat sambungan selular, Kamis (16/4/2020) sekitar pukul 15.00 WIT. Ia mengatakan, dugaan hilangnya dana APBD 2018 Kota Sorong adalah kasus lama yang tidak perlu dipermasalahkan lagi.
“Itu barangnya (dugaan hilangnya dana APBD 2018 Kota Sorong-red) sudah lama. Tidak ada masalah dan percuma kita bahas barang itu,” kata Lambertus Jitmau.
Ia melanjutkan, saat ini yang lebih penting bagi masyarakat Papua adalah memikirkan cara menangani penyebaran Covid-19. Walikota Sorong pun menyebut sudah banyak masyarakat Papua menjadi korban Covid-19.
“Lebih bagus kita urus Covid-19. Karena orang Papua banyak yang sudah meninggal. Jadi Ade pulang tenang bersama keluarga,” tambah Lambertus Jitmau.
Menanggapi jawaban tersebut, Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Barat (AMPB) Jabodetabek Rajid Patiran mengingatkan Walikota Sorong bahwa Indonesia adalah negara hukum. Siapapun yang melakukan kejahatan dan pelanggaran hukum maka wajib untuk ditindak.
“Hal ini penting untuk dilakukan. Mengingat lemahnya pertumbuhan Pembangunan di tanah Papua, khususnya di Provinsi Papua Barat. Karena adanya perilaku korup yang dilakukan pejabat terhadap uang rakyat yang dilakukan oleh raja-raja kecil di Kabupaten dan Kota,” kata Rajit Patiran melalui sambungan selular, Jumat (17/4/2020) malam.
Ia menyayangkan mereka yang diduga telah melakukan korupsi kemudian “bersembunyi” dibalik kondisi Papua akibat Covid-19. Rajit Patiran juga menanggapi pernyataan Lambertus Jitmau yang menyatakan dugaan hilangnya dana APBD 2018 Kota Sorong adalah kasus lama.
“Pernyataan Walikota Sorong atas dugaan korupsi APBD 2018 berdasarkan hasil audit BPK 2019 merupakan barang lama, itu sangat tidak berdasar. Sebab dalam hukum, untuk masa kadaluarsa kasus korupsi ialah 12 tahun. Sehingga kasus ini bukan barang lama yang tidak bisa ditindak. Jika dinyatakan sudah selesai, apanya yang selesai?” tegas Ketua AMPB Jabodetabek.
Ia menambahkan, Langkah AMPB untuk melaporkan kasus ini pada KPK, Kejaksaan dan Kepolisian adalah bentuk keprihatinan terhadap kondisi pertumbuhan pembangunan yang lambat. Rajit Patiran menyebut, pertumbuhan ekonomi di Papua Barat melambat akibat banyaknya pejabat-pejabat daerah yang mengkorupsi APBD. Padahal dengan lahirnya UU Otsus, seharusnya pembangunan di tanah Papua lebih maju. Namun faktanya, menurut Rajit Patiran, justru masih banyak orang-orang Papua yang hidup di bawah garis kemiskinan.
“Untuk itu, maka setiap yang merampok uang rakyat harus ditindak. Karena itu menyengsarakan Orang Asli Papua. Jangan bersembunyi di balik kecemasan Pemerintah Pusat terhadap kondisi yang ada di tanah Papua, sehingga seolah-olah tidak dapat disentuh oleh hukum. Demi memastikan keseriusan Penegak Hukum, maka AMPB akan mengawal kasus ini, hingga ada kepastian hukum terhadap laporan yang kami sampaikan,” pungkas Rajit Patiran. (OSY)