SUARAMERDEKA.ID – Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari menyelenggarakan Dialog Interaktif dengan Thema “Mendorong Pembentukan Perwakilan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) di Papua Barat” di studio Radio Kamunda FM, Manokwari Provinsi Papua Barat.
Hadir sebagai narasumber adalah Biro Administrasi Otonomi Khusus Sekretariat Daerah Provinsi Papua Barat, yang diwakili Vitalis Yumthe, Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua Frits Ramandey yang dihubungi melalui saluran telepon seluler serta Direktur Eksekutif LP3BH Manokwari Advokad Yan Christian Warinussy dan Juga turut memberi keterangan melalui telepon seluler, salah satu korban dari peristiwa dugaan pelanggaran HAM Berat Wasior 2001 yang namanya dianonim (dirahasiakan-Red).
Kepala Perwakilan Komnas HAM Papua dalam paparannya menjelaskan bahwa kehadiran Perwakilan Komnas HAM di Manokwari Papua Barat merupakan hal yang urgen dan sangat mendesak.
“Hal ini menurut saya disebabkan dua alasan yaitu adanya pertimbangan letak geografis antara Kota Jayapura dengan Manokwari dan dari sisi penanganan kasus-kasus dugaan pelanggaran HAM Berat di Papua Barat membutuhkan hadirnya Kantor Perwakilan tersebut”, jelas Ramandey melalui sambungan telepon seluler, Sabtu (12/9/2020).
Ramandey menambahkan bahwa untuk kepentingan menghadirkan Perwakilan Komnas HAM di Provinsi Papua Barat, maka Gubernur Papua Barat menyurati Ketua Komnas HAM RI di Jakarta dengan tembusan kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Men PAN & RB).
Ini disebabkan karena setelah Komnas HAM menerima surat Gubernur Papua Barat, maka akan diparipurnakan, kemudian akan diusulkan kepada Men PAN & RB untuk kepentingan penataan struktur organisasi dan kebutuhan pembiayaannya.
Sementara itu, Vitalis Yumthe mewakili Pemerintah Daerah Provinsi Papua Barat menyampaikan pandangannya bahwa di dalam Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) Nomor 2 Tahun 2019 tentang Pedoman Pelaksanaan Penerimaan dan Pembagian Dana Otonomi Khusus (Otsus) Provinsi Papua Barat, pasal 8 ayat (1) huruf e, diatur tentang alokasi dana Otsus untuk pembiayaan kelembagaan yang amanatkan di dalam UU RI No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Provinsi Papua.
Kebutuhan hadirnya Perwakilan Komnas HAM di Papua Barat juga telah menjadi harapan dari para korban peristiwa dugaan pelanggaran HAM Berat di Wasior. Salah satu korban yang dihubungi melalui sambungan telepon menyampaikan harapan para korban peristiwa Wasior berdarah tahun 2001 akan pentingnya penegakan hukum dan pemulihan trauma (trauma healing).
Thema dialog interaktif ini mendorong pembentukan Perwakilan Komnas HAM di Papua Barat sudah menjadi bagian dari program kerja LP3BH Manokwari yaitu dalam melakukan advokasi HAM melalui kegiatan pendidikan hukum, HAM dan membangun perdamaian di Tanah Papua.
“Program kerja ini berangkat dari amanat luhur dalam konsideran menimbang huruf e dari UU Otsus Papua yang memuat adanya pengakuan Negara bahwa penyelenggaraan pembangunan di Indonesia belum memenuhi perlindungan dan penghormatan HAM rakyat Papua”, tambah Direktur Eksekutif LP3BH Yan Christian Warinussy dalam sessi dialog interaktif.
“Itulah sebabnya cara untuk Negara memperbaiki penghormatan, pemajuan dan perlindungan HAM di Tanah Papua adalah melalui pendirian Perwakilan Komnas HAM, Pengadilan HAM serta Komisi Kebenara dan Rekonsiliasi (KKR), sebagaimana diatur di dalam pasal 45 UU Otsus Papua,” ujar Advokad yang pernah meraih Penghargaan Internasional John Humphrey Freedom award tahun 2005 di Canada”.
Dalam rangka pembentukan Perwakilan Komnas HAM di Papua Barat, LP3BH sudah melakukan studi banding ke Aceh serta LP3BH juga ikut menulis naskah akademik Perdasus tentang pembentukan Komisi Hukum Ad Hoc dan KKR, ucap Warinusi.
“Dari kedua raperdasi tersebut sudah kami serahkan kepada Pemerintah Provinsi Papua Barat melalui Biro Hukum,” tutup Warinusi. (OSB)